Sunday, February 5, 2012

Iseng-iseng

Dah lama ga ngeblog.. lamaa sekale.. daripada jadi blog bisu mending gw mau ngeshare cerpen tugas kemarin disini... klise sih jdulnya tapi yah. ni cerpen gw jg.. cekidot ye


TERMAKAN IDE
Joni bersandar ditempat tidurnya sambil melototi laptopnya. Sudah lama, ada sekitar satu jam sambil melihat Microsoft Word sambil mendengarkan lagu dari Winamp. Ia termenung, melamun, berpikir hingga galau mencari-cari inspirasi. Tapi tak ada ide terlintas di benaknya untuk segera memulai ceritanya. Sebenarnya sudah ada ide tetapi susah untuk diaplikasikannya ke tulisan dan merasa itu sudah terlalu sering diceritakan di cerita pendek di media cetak maupun elektronik. Tugas untuk membuat cerita pendek dari dosen terasa semakin berat ketika sudah mendekati hari H pengumpulan. Seakan-akan waktu terus mengejarnya. Waktu pengumpulan satu minggu yang dirasa berat sekarang sudah tinggal tiga hari untuk harus menyelesaikan tugas cerita pendek tersebut. Ini pertama kalinya Joni harus membuat tugas untuk membuat cerpen sendiri. Ketika SMA mungkin Ia bisa meminta jasa temannya untuk membuatkan atau bisa mencari di google dan copy-paste menjadi tradisinya dalam membuat tugas selama di SMA. Tapi Ia sadar bahwa ini kuliah, tidak mungkin hal-hal yang dilakukannya rutin ketika SMA dilakukan kembali di waktu kuliah.
Selama akhir pekan ia sebenarnya ingin untuk mencicil tugas membuat cerita pendek , tetapi ia malah tertimpa sial sewaktu sabtu siang motornya menabrak mobil yang sembarangan memotong jalan. Hari minggu Ia habiskan waktu untuk bermain bersama teman-temannya dan menunda tugasnya hingga malam hari. Di malam harinya Joni justru mengantuk dan akhirnya malah berselancar di dunia maya. Ketika menuju hari pengumpulan tugas kepanikan melandanya, mondar-mandir keliling kos untuk cari inspirasi mulai membaca, pikirannya bercabang ke sana kemari. Ia ingin memaksa untuk segera membuat tapi ia tau jika dipaksa malah akhirnya akan tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Teringat ia kata dosennya, “Memulai sebuah karangan itu kadang memang hal paling susah dalam membuat cerita, hal ini dialami bagi pengarang baru maupun pengarang yang sudah profesional sekalipun”. Kata-kata profesional membuat ia sedikit agak bangga karena sekalipun sudah pro, pengarang pro juga bisa mengalami kebuntuan dalam menggali inspirasi. Padahal terakhir Joni membaca cerpen pun sudah lama , kira-kira terakhir ketika SMP, cerpen itupun sudah dilupakan ceritanya seperti apa. Semakin galau hati Joni, ia semakin terintimidasi akan kata hatinya yang mengatakan ia mungkin salah ambil jurusan kuliah. Tapi apa daya yang bisa Joni lakukan, padahal cerpen itu cerita yang singkat dan apa adanya. Tentang apa saja. Tentang kehidupan, percintaan, gejala sosial, ekonomi, dan politik, tentang olahraga, tentang alam, dan sebagainya. Tapi kok sampai sekarang belum ada ide ya? pikir Joni dalam hati.
Teringat kembali ketika Joni mengingat materi kuliah tentang cerpen. Cerpen bisa bertemakan realis, percintaan, simbolik, surealis, ataupun satir. Tapi tidak ada satu pun yang sreg dengan hatinya. Jika tema realis tidak ada kisah kehidupannya yang menarik untuk bisa diceritakan ataupun cerita-cerita tentang kehidupan nyata sekarang ini yang bisa diangkat. Kisah percintaan, selama ini Joni terus dalam status single jadi belum ada pengalaman berarti yang bisa diceritakan, dalam hati ingin menceritakan kisah teman namun segan ia ceritakan. Kisah simbolik, membuat Joni merasa minder dengan melihat karya Kuntowijoyo sehingga dia takut untuk mencoba membuatnya. Kisah surealis, kreativitas yang tinggi dibutuhkan tapi Joni semakin bingung, untuk memulai saja belum pernah malah mencoba cerpen gaya surealis. Kisah Satir, banyak cerita satir ditemui Joni selama ini tapi itu terlalu, tapi ia merasa kisah satir malah bisa menurunkan semangat dirinya sendiri dalam membuat cerpen.
Joni bersender di kursinya. Ia mencoba memikirkan situasi politik sekarang. Masalah Nazaruddin, makelar kasus, badan anggaran DPR yang tidak transparan, bom yang meledak lagi di Gereja di Solo, krisis keuangan global yang menimpa Amerika Serikat dan Eropa, pelajar SMA yang bentrok dengan wartawan, dana wisma atlet Sea Games yang dikorupsi, PSSI yang semakin kacau organisasinya selepas kediktatoran Nurdin Halid, SBY yang sibuk dengan pencitraan dirinya, tiada hari tanpa demo mahasiswa dan kaum buruh dan lain sebagainya.
Tidak ada yang menarik dibuat cerita pendek. Itu cerita kenyataan sehari-hari. Alurnya datar, konfliknya biasa diketahui semua orang, pernyataan yang ada pun terlalu kosong, semua asal bunyi. Mana mau orang membaca cerpen seperti itu. Itu semua sudah ada dalam berita media cetak, media massa maupun media elektronik setiap hari. Aku memang tak suka itu, Mas Butet mungkin bisa membuat dagelan tentang hal itu, tapi aku bukan juga Putu Wijaya yang bisa membuat menarik pembaca lewat cerita realitas itu.
Alamak, tambah bingung otakku, apalagi yang mesti aku tulis. Mengarang cerita memang bukan keahlianku, tapi lain soal kalau mengarang cerita kebohongan yang sangat fasih aku terapkan. Mengarang cerita tentang yang tidak pernah ada sebelumnya dan mereka-reka kejadian fiksi konyol kepada teman mahir aku lakukan. Tetapi jika dalam tulisan rasanya jemariku susah diajak kerjasama seperti pemain sepakbola yang terlalu individu sehingga tidak ada jalinan kerjasama antar pemain. Mataku semakin berat ketika menghadap monitor. Biasanya jika membuat tugas selain ini, jemariku bisa loncat kesana kemari di keyboard. Mungkin beberapa orang mendapat ide ketika menghisap batang rokok, tetapi aku sangat anti rokok. Walau ayahku sendiri perokok berat sebisa mungkin aku tidak menirunya , bisa mati jika aku mencoba merokok dan ketauan ibuku.
Pikiranku kembali melayang, beberapa hari lalu aku menonton televisi swasta dan disitu ada sebuah acara talkshow inspiratif yang mengundang beberapa novelis nasional yang berbakat. Disitu ditanyakan oleh si pembawa acara “Biasanya kapan anda bisa menulis cerita dan dimana?” dijawab oleh seorang narasumber yang juga pengarang novel kontroversial yang menggemparkan dunia novelis Indonesia karena membahas tentang seks yang menjadi hal yang sangat tabu di Indonesia, Ia menjawab “Saya harus mengarang ditempat yang ramai dengan orang, di cafĂ©, di mal atau dimana saja banyak orang berlalu lalang, karena ide cerita saya dari orang-orang tersebut jadi jika ditempat yang sepi justru malah saya tidak ada ide untuk membuatnya” , narasumber kedua yang notabene pengarang cerita roman percintaan pun menjawab “Saya justru kebalikannya, saya hanya bisa mengarang jika seusai pulang kerja dan menulis di kamar terkunci sesepi mungkin keadaanya sunyi sehingga saya bisa memusatkan pikiran dan ide saya kemudian dituangkan ke cerita” , narasumber ketiga, seorang novelis cerita remaja yang terkenal hingga novelnya dicetak ulang beberapa eksemplar hingga ceritanya divisualisasikan lewat sinetron dan layar lebar menjawab “Kalau saya kedua-duanya, saya biasanya dapat ide dari masyarakat, teman, kolega dan lalu ketika sudah dapat idenya baru saya tulis ditempat yang sepi”.
“Ah, pusing aku! Aku ingin jadi mereka tapi kemarin aku coba cari ide di luar , bertemu teman dan juga membuat ditempat ramai juga belum bisa, di tempat yang sesepi seperti sekarang juga ga ada gimana nasib ceritaku nih” omel Joni. Tiba-tiba di tengah kehampaan handphone Joni berbunyi dengan sigap Ia mengambil telepon genggamnya. Ada pesan baru dari Dono teman karibnya. “Jon maen yu? Tgs crpnnya tglin dlu aj”, timbul rasa ingin mengikuti ajakan Dono dalam hati, tapi Joni berpikir ulang untuk tetap ingin melanjutkan untuk memulai segera cerpennya. Tapi akhirnya ajakan Dono berhasil mengalahkan ambisinya untuk membuat cerpen. “Yu keluar ke tempat biasa saja ya?” Segera Joni ganti pakaian dan langsung ke garasi lalu menghidupkan motornya dan
Setelah beberapa jam dihabiskan percuma, Joni kembali ke rumah dan menyalakan laptopnya. Ia berpikir mungkin sehabis bersenang-senang Ia bisa ada ide untuk menulisnya tetapi apa daya Joni kembali ke awal semula Ia membuat tugasnya. “Kembali ke awal lagi deh, percuma tadi keluar tujuannya cari inspirasi malah ga dapet apa-apa” pikir Joni. Tiba-tiba angannya hinggap pada suatu berita hari minggu tentang anak-anak yang berbakat sepakbola tapi miskin sehingga orangtuanya harus pontang-panting membanting tulang bekerja mencari uang selain menghidupi keluarga juga mendukung anaknya agar bisa masuk SSB. Otak Joni mulai bekerja. Ia pikir ini bisa menjadi awal cerpennya dan mulai mengetik isi ceritanya.
~~~
“Hah.. apalagi yang harus kutulis?” pikir Joni. Jam dilirik Joni, pukul 23.30. Dibacanya ulang tulisannnya dan didapat kesimpulan sementara. Biasa. Datar. Gimana caranya supaya lebih menarik. Apa perlu ditambah ceritanya didramatisir lagi? Apa perlu diperbaiki kata-katanya agar lebih enak dibaca? Apa perlu ceritanya diubah? Banting stir sajalah. Buat cerita baru. Coba ke tema romantisme, mungkin dapat feelnya di tema itu. Banyak sumber cerita yang dipikirkan. Oh iya, bagaimana jika menjadikan cerita drama Indonesia/hollywood lalu dipersingkat dijadikan cerpen?
Diketiklah awal ceritanya di Microsoft Word. Jadi ceritanya bertemakan seorang pria sebut saja Joseph yang hidupnya biasa saja bekerja di perusahaan pembuat kartu ucapan yang selama ini hidupnya biasa dan belum memiliki pacar. Suatu hari ada seorang karyawati baru yang menarik perhatian si Joseph, sebut saja wanita itu Summer. Lambat laun terjadi hubungan yang lebih serius didalam kehidupan mereka dan akhirnya mereka sempat disebut berpacaran. Tetapi Summer memperingatkan Joseph bahwa Ia tidak ingin hubungannya dengan Joseph dianggap hubungan pacaran serius. Joseph pun hanya mengiyakan maksud dari Summer karena Ia sedang mabuk asmara. Awalnya hubungan mereka menarik dan mereka saling nyambung satu sama lain. Makin hari makin lama Summer bosan dengan Joseph dan akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang intim dengan Joseph. Joseph yang terlanjur menganggap hubungan mereka serius akhirnya kecewa dengan keputusan Summer tapi Ia ingat pernah diingatkan Summer bahwa hubungan mereka tidak mau dianggap serius. Kekecewaan itu membuat kehidupan Joseph menjadi tidak ada semangat lagi.
~~~
“Gila! Mana mungkin aku masukan film orang lain jadi cerpenku!? Ganti cerita lagi ah” , ujar Joni di benaknya. Ke cerita sedikit satir mungkin bisa sreg dihati. Tapi cerita apa ya lagi ? Perlukah dicomot dari cerpen koran-koran sekarang yang banyak memunculkan kisah satir? Teringat Bapak Joni menyimpan koran-koran lama di gudang , dibacanya cepat beberapa cerpen hari minggu terbitan lama. “Nah ketemu! Ubah saja kata-katanya jadi kata-kata sendiri” pikir Joni. Mulailah Joni mengetik rangka awal cerita, kisahnya tentang kedua orang anak yang miskin yang menabung demi hadiah ulang tahun bapaknya, ibunya juga sedikit membantu mereka walaupun uangnya pas-pasan untuk menghidupi keluarganya. Kedua anak itu yang sebenarnya saling bertengkar tapi demi tujuannya menyenangkan bapaknya maka dalam beberapa bulan menjadi rukun karena mereka ingin bapaknya senang dengan hadiahnya. Karena hidup mereka miskin jadi mereka menabung mulai beberapa bulan sebelum ulang tahun bapaknya. Uang jajan mereka sisihkan, kadang mengamen untuk menambah sedikit uang, ibu mereka membuka tempat pencucian pakaian walaupun sekarang sudah agak sepi karena adanya mesin cuci. Mereka sepakat untuk membelikan kue kesukaan bapaknya. Tapi di akhir cerita ternyata kue tersebut untuk tamu undangan yang menghadiri syukuran hari ulang tahun almarhum bapak.
“Wah kalau ini lebih parah, masa saya ambil dari koran lokal? Ni pasti ketahuan Dosen...” pikir Joni. KRINGGGGGG!!! Alarm Joni berbunyi ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi. Waktunya ia bersiap-siap kuliah. Kelabakan sudah tugasnya. Deadline sekarang. Tidak ada waktu lagi. Kebingungan untuk memilih cerpen apa yang harus diprint. Terlalu sedikit ide salah. Terlalu banyak ide salah. Sok ide....


No comments:

Post a Comment